Pernahkah Anda membuang sampah dengan pikiran, “ah, yang penting buang, urusan memisahkan nanti biar jadi kerjaannya petugas sampah”?
Kalau benar seperti itu, Anda tidak sendirian. Kebiasaan inilah yang membuat tempat sampah warna-warni sering hanya jadi hiasan.
Padahal kita tahu, plastik tidak sama dengan sisa makanan. Baterai jelas berbeda dengan kertas bekas. Tapi kenapa tetap bercampur?
Ya karena kesadaran kita hanya berhenti di kepala, belum jadi kebiasaan.
Akibatnya serius. Sampah yang seharusnya bisa didaur ulang hilang nilai gunanya. Biaya pengelolaan melonjak. Dan TPA makin sesak oleh tumpukan yang sebenarnya bisa ditekan sejak dari rumah.
Jadi pertanyaannya,
Bagaimana membuat pemilahan sampah benar-benar berjalan? Apa kuncinya ada di perilaku? Di edukasi? Atau pada desain tempat sampah yang benar-benar mendukung kebiasaan kita sehari-hari?
Mari kita bahas lebih dalam di artikel ini.
Mengapa Pemilahan Sampah Penting?
Ada 3 alasan utaman yang mendasari urgensi dari proses pemilahan sampah, yaitu:
Bagi Lingkungan
Sampah organik yang dipilah bisa diolah jadi kompos, bukan menumpuk di TPA dan menghasilkan gas metana yang merusak iklim.
Sementara plastik, kertas, dan logam yang dipisahkan bisa didaur ulang, mengurangi pencemaran tanah dan air.
Bagi Ekonomi
Data KLHK menunjukkan Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah per tahun, dan sebagian besar masih tercampur. Akibatnya, potensi ekonomi dari daur ulang hilang begitu saja.
Padahal, jika dipilah, sampah plastik, kertas, dan logam bisa bernilai jual, bahkan menekan biaya pengelolaan yang tiap tahun membebani APBD.
Bagi Kesehatan
Sampah B3 seperti baterai, lampu neon, atau obat kadaluarsa bisa meracuni tanah, air, bahkan udara jika tidak dipisahkan. Pemilahan berarti melindungi diri dan orang lain dari risiko paparan zat berbahaya.
Jadi jelas, pemilahan sampah bukan formalitas.
Ini adalah cara paling sederhana namun paling berdampak untuk mengurangi pencemaran, menghemat anggaran, sekaligus menjaga kesehatan masyarakat.
Sekarang pertanyaannya, jika manfaatnya sebesar ini, kenapa kita masih sering malas memilah?
Apa Saja Jenis-Jenis Sampah?
Bicara pemilahan, kita perlu tahu dulu apa saja kategori sampah yang paling umum. Tanpa memahami ini, tempat sampah warna-warni hanya jadi simbol tanpa arti.
Sampah Organik
Inilah sampah yang bisa terurai secara alami.
Contohnya sisa makanan, kulit buah, sayuran, atau daun kering. Jika dibuang sembarangan, sampah organik akan membusuk dan menghasilkan gas metana.
Namun bila dipilah, organik bisa diubah menjadi kompos atau eco-enzyme yang berguna bagi tanaman.
Pernahkah Anda bayangkan, berapa banyak pupuk alami yang bisa dihasilkan dari sisa dapur sehari-hari jika dibuang secara tepat?
Sampah Anorganik
Berbeda dengan organik, jenis ini sulit terurai. Plastik, botol, kaleng, kertas, hingga kaca termasuk di dalamnya.
Sampah anorganik bisa bertahan ratusan tahun jika menumpuk di TPA. Padahal, sebagian besar punya nilai jual bila dikumpulkan secara terpisah dan masuk ke rantai daur ulang.
Pertanyaannya, lebih masuk akal mana antara membiarkan plastik menumpuk di sungai, atau mengubahnya jadi produk baru yang bernilai?
Sampah B3 & E-Waste
Sampah jenis ini sering terabaikan, padahal paling berbahaya. Baterai, lampu neon, obat kadaluarsa, hingga ponsel rusak termasuk limbah B3 dan e-waste.
Zat beracun di dalamnya bisa merusak kesehatan dan mencemari tanah maupun air jika tercampur dengan sampah biasa.
Apakah Anda masih membuang baterai bekas begitu saja ke tong sampah rumah? Jika iya, berarti risiko lingkungan dan kesehatan sedang Anda wariskan tanpa sadar.
Sampah Residu
Ada juga kategori sampah yang sering terlupakan yaitu residu. Ini adalah sampah sisa yang tidak bisa diolah kembali, baik dengan cara daur ulang maupun kompos.
Contohnya? Popok sekali pakai, pembalut, puntung rokok, hingga kemasan multilayer (seperti sachet kopi atau makanan ringan).
Sampah jenis ini memang akhirnya akan berakhir di TPA atau insinerasi, tapi pemisahan sejak awal tetap penting. Dengan begitu, residu tidak mencemari sampah lain yang sebenarnya masih bisa diproses.
Cara Memilah Sampah Berdasarkan Wadah yang Tepat
Kalau di rumah, kita bisa langsung mengatur sendiri wadah dan kebiasaan. Lalu, bagaimana cara memilah sampah di area publik?
Taman kota, sekolah, halte, atau kawasan pedestrian jelas punya tantangan berbeda. Biasanya orang yang melintas tanpa pikir panjang, antara dibuang sembarangan atau dibuang pada tempat sampah yang dekat dari posisinya tanpa memikirkan jenis wadahnya.
Nah di sinilah peran tempat sampah harus jelas peruntukannya, praktis digunakan, dan mudah diakses.
Namun sayangnya, banyak area publik masih mengandalkan satu tong besar untuk semua jenis sampah.
Akibatnya, upaya pemilahan gagal di langkah pertama.
Jadi, wadah seperti apa yang seharusnya tersedia?
Tempat Sampah 4 Bak Bersekat (Lengkap dengan Residu)
Ini adalah opsi paling komprehensif. Empat bak dengan warna berbed yaitu hijau untuk organik, kuning/ biru untuk anorganik daur ulang, merah untuk B3, dan abu-abu/ hitam untuk residu.
Residu ini berarti sampah yang tidak bisa didaur ulang maupun dikomposkan, misalnya pembalut, popok sekali pakai, atau kemasan multilayer. Dengan pemisahan ini, potensi daur ulang meningkat, sementara residu dapat langsung diarahkan ke TPA atau insinerasi.
Tempat Sampah 3 Bak Bersekat
Pilihan ideal untuk area publik yang ramai namun dengan ruang terbatas. Umumnya dibagi menjadi organik, anorganik, dan B3.
Warna berbeda plus ikon yang jelas memudahkan masyarakat membuang dengan cepat tanpa kebingungan.
Contoh tempat sampah 3 bak bersekat seperti proyek Futake berikut ini:
Tempat Sampah Etnik di Paser, Kalimantan Timur
Di sana, Futake menghadirkan tempat sampah 3 sekat berornamen etnik yang sekaligus menjadi elemen identitas kota.
Masing-masing bak memiliki ornamen yang sama tetapi tetap dibedakan warna dan diberi keterangan jenis sampahnya.
Hasilnya, tempat sampah mendorong “ketertarikan dan kesadaran” warga dalam membuang sampah. Selain itu juga meningkatkan branding kabupaten Paser itu sendiri.
Selengkapnya mengenai proyek Futake ini dapat Anda baca pada studi kasus: Tempat Sampah Paser Ornamen Etnik
Tempat Sampah 3 Bersekat Fiber di Malang, Jawa Timur
Kami juga memasok tempat sampah 3 bak bersekat ke Malang. Tempat sampah yang kami produksi ini berbahan fiberglass yang kuat, tahan lama, dan anti korosi.
Desain yang dibuat minimalis tetapi tetap fungsional untuk memilah jenis sampah. Terdiri dari 3 warna, hijau untuk organik, kuning untuk anorganik, dan merah untuk B3.
Hasilnya, tempat sampah kami tertata rapi di berbagai area publik di kota Malang. Mendorong kemudahan masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya.
Selengkapnya mengenai proyek Futake ini dapat Anda baca pada studi kasus: Tempat Sampah 3 Bak Fiber Malang
Tempat Sampah Ganda (2 Bak)
Cocok untuk area dengan aktivitas sedang, seperti sekolah atau kantor. Biasanya dipisahkan organik dan anorganik, sementara B3 dan residu dikumpulkan di titik khusus. Solusi ini lebih ringkas tapi tetap mendorong kebiasaan memilah.
Contoh tempat sampah 2 bak bersekat seperti proyek Futake berikut ini:
Tempat Sampah Estetik Ganda di Gresik
Di Gresik, Futake dipercaya menjadi mitra produsen tempat sampah estetiknya. Kenapa estetik? Karena desain yang diusung cukup unik yaitu 2 bak sampah berbahan plat besi dan alumunium yang di atasnya terdapat atap ala Joglo.
Meski terlihat estetik, tempat sampah di Gresik ini juga sangat fungsional. Terdapat 2 bak dengan keterangan jelas pada masing-masing baknya yaitu “Kering” dan “Basah”. Kering untuk jenis sampah anorganik. Basah untuk jenis sampah organik.
Dengan pendekatan yang simpel dan jelas ini, pemerintah kabupaten Gresik berhasil mendorong warganya untuk aktif membuang sampah pada tempat yang telah disediakan di berbagai titik pedestrian.
Selengkapnya mengenai proyek Futake ini dapat Anda baca pada studi kasus: Tempat Sampah Basah/ Kering Gresik
Tempat Sampah Tunggal dengan Keterangan Jelas
Gunakan tempat sampah bertipe tunggal untuk lokasi yang benar-benar terbatas ruang atau masih tahap awal edukasi.
Misalnya satu bak khusus organik, atau satu bak khusus plastik.
Cara ini sederhana, tapi efektif untuk memberi arah sebelum sistem multi-sekat diterapkan.
Contoh tempat sampah tunggal seperti pada proyek Futake berikut ini:
Tempat Sampah Minimalis Stainless Steel Yogyakarta
Di jalan Senopati, Yogyakarta, Futake mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi dan menyuplai tempat sampah single-bin (1 bak). Tempat sampah di Yogyakarta ini menggunakan bahan stainless steel agar awet dan anti korosi.
Desain yang diusung pun minimalis dan modern. Bentuk kotak dengan finishing lengkung pada bagian atasnya agar lebih aman untuk area publik. Meski minimalis, tempat sampah ini sangat fungsional dan jelas. Karena terdapat keterangan “Tidak daur ulang”.
Artinya tempat sampah ini digunakan untuk menampung sampah non daur ulang seperti jajanan sisa, putung rokok, dan sejenisnya. Hal ini mengakomodir masyarakat yang sedang jalan-jalan di sepanjang pedestrian jalan senopati, Yogyakarta.
Selengkapnya mengenai proyek Futake ini dapat Anda baca pada studi kasus: Tempat Sampah Stainless Steel Yogyakarta
Penempatan & Frekuensi Pengosongan Sampah di Area Publik
Memiliki wadah yang tepat baru setengah jalan. Tantangan berikutnya adalah memastikan wadah itu benar-benar digunakan. Dan di sinilah penempatan memainkan peran penting.
Pernahkah Anda berjalan di taman atau trotoar, ingin membuang sampah, tapi tidak menemukan tong dalam jarak dekat? Akhirnya sampah masuk ke saku, atau lebih buruk lagi, tergeletak di tanah.
Penempatan yang Strategis
Tempat sampah harus mudah terlihat dan mudah dijangkau. Misalnya di kawasan pedestrian, idealnya tersedia setiap 50–100 meter.
Di taman, posisikan di dekat pintu masuk, jalur pejalan, dan area duduk.
Di sekolah, letakkan di koridor utama dan kantin.
Pertanyaannya, seberapa mudah orang menemukan tempat sampah tersebut tanpa harus mencari?
Jumlah yang Cukup
Satu tong besar untuk seluruh area mayoritas akan gagal. Lebih efektif beberapa tempat sampah berukuran sedang berada di titik keramaian daripada satu wadah besar yang jauh dari jangkauan.
Semakin dekat wadah, semakin besar peluang orang membuang dengan benar.
Frekuensi Pengosongan
Tempat sampah publik yang penuh sama buruknya dengan tidak ada tempat sampah sama sekali.
Pada area ramai, pengosongan sebaiknya dilakukan setiap hari, bahkan dua kali di titik padat seperti halte atau pasar. Sementara di area dengan aktivitas rendah, cukup dua sampai tiga kali seminggu.
Penempatan dan jadwal yang tepat membuat tempat sampah tidak hanya jadi pajangan, melainkan benar-benar berfungsi. Pertanyaannya, apakah area publik Anda sudah diatur dengan cara seperti ini?
Apakah Area Publik Anda Sudah Siap Mendukung Pemilahan?
Cara memilah sampah tidak serumit yang sering kita bayangkan. Intinya sederhana: pisahkan organik, anorganik, B3, dan residu. Tantangannya memang ada pada kebiasaan masyarakat dan dukungan wadah yang benar-benar memudahkan.
Dari contoh proyek di berbagai kota, kita bisa lihat bahwa desain tempat sampah bukan sekadar urusan teknis. Produk tersebut bisa mendidik, memperindah ruang publik, bahkan menjadi simbol identitas kota.
Lalu, apa langkah berikutnya?
Apakah kita akan terus membiarkan sampah tercampur, atau mulai menyediakan fasilitas yang membuat masyarakat lebih mudah memilah?
Jika Anda pengelola kawasan, instansi, atau pemerintah daerah yang ingin menghadirkan solusi nyata, Futake Pedestrian siap membantu merancang tempat sampah custom sesuai kebutuhan area publik Anda. Hubungi kami untuk mendapatkan penawaran harga tempat sampah custom terbaiknya. Konsultasi tempat sampah sekarang!
Karena pada akhirnya, pemilahan sampah bukan hanya soal kebersihan. Ia adalah soal masa depan kota kita.